Guru Penggerak Temukan Miskonsepsi Kurikulum Merdeka di Lapangan

Guru Penggerak Kurikulum Merdeka Temukan Tiga Miskonsepsi
Guru Penggerak Kurikulum Merdeka Temukan Tiga Miskonsepsi | Foto: sekolahmuridmerdeka.id

Terasikip.com – Ada cukup banyak guru mengakui bahwa masih terjadi miskonsepsi dalam penerapan Kurikulum Merdeka di sekolah.  Menurut Guru Penggerak Kurikulum Merdeka, sedikitnya ada tiga miskonsepsi yang terlah ditemukan sejak pertama kali Kurikulum Merdeka ini diterapkan di sekolah.

Dalam Siaran Pers Kemendikbudristek, Sabtu, 23 Juli 2022, Guru Penggerak Angkatan 3, SMP Negeri 1 Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Yenni Puspandari mengatakan, pesan yang ingin disampaikan dalam Kurikulum Merdeka adalah pembelajaran yang mengadopsi dari falsafah Ki Hadjar Dewantara secara nyata melayani berbagai hal yang menjadi kebutuhan peserta didik.

“Saya melihat pemahaman para guru tentang implementasi Kurikulum Merdeka sangat beragam. Pertama yang perlu dipahami adalah konsep pembelajaran Ki Hajar Dewantara dengan penerapannya,” kata Yenni.

Begi Yenni, dengan melihat berbagai pandangan implementasi Kurikulum Merdeka ketika awal mulai dikenalkan timbul berbagai miskonsepsi. Tetapi seiring berjalannya waktu pandangan tersebut dapat diluruskan sejalan dengan proses belajar di komunitas komunitas di tingkat daerah.

“Saya merangkum ada tiga miskonsepsi yang terjadi,” ujar Yenni.

Pertama, kata Yenni, adalah peserta didik dalam satu kelas mempunyai kebutuhan belajar yang sama. Konsep seperti ini harus segera diubah karena setiap peserta didik ini unik, mereka mempunyai karakter yang berbeda, mempunyai kebutuhan dan cara belajar yang berbeda, sehingga sebagai guru tidak boleh memperlakukan dengan sama.

Kedua, terkait dengan administrasi pembelajaran. Beberapa guru masih bingung dengan format modul ajar, dan lainnya.

“Sudah sering disampaikan Kemendikbudristek bahwa Bapak dan Ibu tidak perlu bingung karena pemerintah sudah memfasilitasi dengan aplikasi Merdeka Mengajar. Dari aplikasi tersebut bisa berselancar, membaca, menggali referensi terkait modul ajar. Formatnya tidak perlu sama, disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, konteks isi disesuaikan dengan kurikulum yang diterapkan,” terang Yenni.

Terakhir adalah pembelajaran proyek lintas Mapel (mata pelajaran) yang berdasar pada hasil produknya saja. Produk yang baik menjadi kebanggaan bagi peserta didik atau satuan pendidikan, namun ada yang tidak boleh dilupakan yaitu proses yang terjadi, bagaimana peserta didik berkomunikasi, berinteraksi, mengembangkan profil Pelajar Pancasila. Prosesproses ini yang harusnya dikuatkan.

“Kemudian dengan melakukan hal tersebut kita sudah bersinergi dan sejalan dengan pemerintah untuk mempercepat pengembangan profil Pelajar Pancasila,” terangnya.

Guru Penggerak Kurikulum Merdeka Temukan Tiga Miskonsepsi
Guru Penggerak Kurikulum Merdeka Temukan Tiga Miskonsepsi | Foto: sekolahmuridmerdeka.id

Di sisi lain, Kepala Sekolah SMP Negeri 7 Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, Muhammad Nasir, menjelaskan bahwa Kurikulum Merdeka memiliki cita cita luhur, yang berpusat pada peserta didik. Kurikulum Merdeka dapat mengatasi learning loss (kehilangan pembelajaran) yang terjadi pada saat pandemi.

Sebelum melakukan proses belajar-mengajar, guru memetakan karakteristik peserta didiknya.  “Ini mengimplikasi bahwa pembelajaran dilakukan sesuai karakter dan kemampuan murid. Hal ini membuat hubungan antara guru dan murid menjadi lebih dekat. Murid dibawa ke lingkungan sekitar secara nyata sesuai dengan tema proyek dan didampingi guru yang tergabung dengan tim fasilitator proyek,” kata Nasir.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, Suparmin Setto, menjelaskan bahwa pihaknya membentuk tim untuk mendorong berbagai pihak agar bergerak bersama-sama luruskan miskonsepsi tentang Kurikulum Merdeka ini.

“Guru diajak dialog dan merefleksikan apa yang sudah dilakukan. Guru tidak boleh berhenti mengajar karena situasi peradaban berubah, seiring dengan pembaharuan kurikulum. Rapatkan barisan, berikan yang terbaik untuk pendidikan Indonesia,” jelas Suparmin.

Merespons perihal tersebut, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi), Anindito Aditomo, mengapresiasi kepala sekolah dan guru yang aktif belajar mandiri melalui platform Merdeka Mengajar.  Hal tersebut dinilai mampu meluruskan miskonsepsi dalam pengimplementasian Kurikulum Merdeka tersebut.

Menurut Anindito, banyak modul pelatihan guru dan kepala sekolah di platform Merdeka Mengajar. Modul diakses gratis menggunakan akun belajar.id.

Panduan pembelajaran dan informasi terkait kurikulum dapat di akses melalui laman resmi kurikulum.kemdikbud.go.id. “Kepala sekolah dan guru dapat belajar mandiri melalui platform yang telah disediakan tersebut,” terang pria yang akarb disapa Nino ini.

Kemendikbudristek melalui UPT (Unit Pelaksana Teknis) yang ada di Provinsi, kata Nino, terus melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, organisasi organisasi guru, dan lainnya untuk terus memberikan pemahaman terkait Kurikulum Merdeka agar tidak terjadi miskonsepsi.

“Kurikulum Merdeka dirancang untuk memudahkan guru dalam mengajar yang berorientasi pada murid, sehingga menghadirkan pengalaman belajar yang terbaik bagi anak-anak kita,” pungkasnya.

Syarif Dhanurendra
SEO & Webmaster Terasikip.com