Terasikip.com – Filsafat Pemikiran Sejarah Yuval Noah Harari, Sebuah Perjumpaan Awal. Sejarah dan peradaban telah membawa umat manusia kepada realitas yang tidak dapat dipisahkan, yaitu kemajuan dan kemunduran. Kemajuan dalam arti perkembangan serta aktualisasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memermudahkan manusia dalam berkehidupan maupun berpenghidupan.
Kemunduran yang disebabkan dari kemajuan itu sendiri (intersubjektivitas) dalam arti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi melunturkan kemanusiaan dan nilai-nilai kemanusiaan atau dapat dikatakan pula sebagai dehumanisasi.
Di abad ke 21 ini, ilmuwan terus berlomba-lomba menciptakan teknologi-teknologi baru. teknologi yang bahkan dapat memisahkan kecerdasan dan kesadaran, teknologi yang nyatanya mulai dipertuhankan manusia, dan teknologi yang memberikan kehampaan luar biasa bagi manusia bila sekejap saja tak menggunakannya.
Kita bisa melihat bagaimana kecerdasan artifisial yang sangat dimungkinkan siap melampaui kecerdasan manusia. Kita juga bisa melihat teknologi menjadi rujukan manusia tatkala pertanyaan berkecamuk dalam pikiran mereka, dan jangan lupakan hal yang tak pernah terpisahkan dari sejarah umat manusia yaitu perang.
Perang akan terus bertransformasi dari masa ke masa, sementara masa ini kita dapat melihat transformasi perang tak hanya perang ekonomi, perang teknologi, perang budaya, bahkan perang bioteknologi.
Di tengah penyebaran pandemi Covid-19, sebuah tulisan yang cukup menarik dan ramai di media sosial oleh yuval noah harari “Dunia Pasca Coronavirus” turut mewarnai beberapa narasi-narasi tentang Covid-19 dengan sudut pandang yang sangat historis-holistik.
Untuk memastikan tulisan tersebut apakah benar dari yuval noah, saya melakukan verifikasi tulisan di beberapa media luar negeri dan memang benar adanya. “Dunia Pasca Coronavirus” atau dalam tulisan asli “The World After Coronavirus” menambah beberapa karya yuval noah yang menjadi topik dunia, bahkan menjadi best seller books seperti Homo Sapiens, Homo Deus, dan 21 Lessons for the 21st Century.
Pengamatan yuval dalam beberapa tulisannya dengan sains sebagai tambahan sumber primer menambah khazanah pemikiran dunia pada umumnya dan menambah historiografi baru bagi sejarah pada khususnya.
Konsekuensi logis dari hal itu, maka sains dalam sejarah dapat menjadi alat hubung masa lalu dan masa depan. Tentu, yuval juga meneruskan tradisi authentiticity filsafat sejarah para pendahulunya yang juga melahirkan pemikiran-pemikiran dan ideologi dunia. Saya membatasi catatan ini pada kerangka pemikiran sejarah dalam karya yoval noah.
Yuval noah harari lahir di Haifa Israel pada tahun 1976, menamatkan studi doktornya di Universitas Oxford tahun 2002 dan sekarang menjadi dosen di Departemen Sejarah Universitas Ibrani Yerusalem.
Tiga buku yuval dan satu tulisan tentang dunia pasca coronavirus sangat dipengaruhi gaya pemikiran historis. Dalam tulisannya, yuval seakan ingin membentangkan waktu yang panjang dalam tanah lapang dan menempatkan ruang-ruang dalam waktu tersebut.
Konsep dalam sejarah yaitu sinkronis (memanjang dalam ruang, terbatas dalam waktu) dan diakronis (memanjang dalam waktu, terbatas pada ruang) sepertinya tak berlaku bagi yuval. Dalam tulisannya, yuval seakan menggabungkan kedua konsep tersebut sehingga jika kita cermati tulisan yuval terlihat membentangkan waktu sangat lama dengan pembahasan-pembahasan masalah dan peluang untuk umat manusia.
Meskipun sisi diakronis lebih dikedepankan yuval, tapi sisi tersebut nyaris tertutupi oleh kedalaman dan kejelihan pembacaannya terhadap sejarah dengan sains sebagai varian data. Penggunaan pendekatan sains dalam sejarah memang bukan sesuatu yang baru, terlebih sains merupakan alat bantu dalam penelitian sejarah.
Akan tetapi, pendekatan yang dilakukan oleh yuval telah memberikan makna yang berbeda pada aliran pemikiran sejarah, terlebih terhadap historiografi.
Filosof dan sejarawan telah sangat panjang memikirkan, memerdebatkan sampai dengan membentuk corak aliran pemikiran/filsafat sejarah. Bebbington (1979) membagi lima aliran pemikiran sejarah.
Pertama, aliran siklus yaitu suatu pemikiran perkembangan sejarah yang dipengaruhi oleh pembacaan siklus alam. Sejarah bergerak ibarat siklus cuaca secara deterministik. Inilah aliran pesimistik dalam sejarah.
Kedua, aliran tradisi “judeo Kristen” atau sejarah Kristen. Disini perkembangan sejarah diyakini sebagai siklus tetapi bergerak secara lurus. Sejarah bergerak secara linier ke arah yang pasti dengan bimbingan Tuhan (divine intervention) dan ujungnya adalah turunnya Yesus Kristus ke bumi. Ini adalah filsafat sejarah optimistik melalui ketokohan milenarian dimana pada akhir sejarah akan datang turun ke bumi seseorang yang akan menyelamatkan umat manusia.
Ketiga, inti proses sejarah adalah konsep ‘kemajuan’ (idea of progress). Aliran ini lebih menonjolkan peran aktor sejarah yaitu manusia. Ketimbang melihat peranan Tuhan, pendukung aliran ini lebih melihat manusia sebagai agen perkembangan sejarah.
Keempat adalah aliran historisisme. Historisisme muncul sebagai reaksi atas ‘idea of progress’ yang berkembang di Perancis dan Jerman abad ke-18. Historisisme menolak bahwa sejarah berkembang linier dan berargumen bahwa ‘motif utama’ (central motif) adalah ide dimana setiap negara dan bangsa menikmati perbedaan kebudayaannya.
Sejarah adalah pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan-kebudayaan yang berbeda. Tugas sejarawan adalah memahami variasi kebudayaan dengan pendekatan empatik.
Kelima adalah sejarah Marxis dengan idenya dasarnya ‘materialisme historis.’ Bagi Marx, sejarah proses sejarah diciptakan oleh manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu ekonomi.
Marxisme banyak dipengaruhi oleh filsafat Hegel. Christopher Hill dan E.P. Thompson adalah diantara pewaris yang mengembangkan perspektif Marxian dalam sejarah. Pada kenyataannya, sejak masa yunani sejarah sudah menjadi topik yang diperdebatkan oleh para filsuf seperti herakleitus, parmenides, plato, aristoteles dll bahkan sampai filsuf abad ini.
Beberapa aliran dan madzab dalam sejarah juga turut memengaruhi para sejarawan, termasuk yuval. Misalnya dalam tulisan yuval yang terbaru dunia pasca corona virus sangat identik dengan dialektika hegel (tesis – antitesis – sistesis). Tesis yaitu adanya ancaman pandemi Covid-19 terhadap kelangsungan hidup manusia. Antitesis yang meliputi dampak pandemi terhadap ekonomi, sosial, budaya, politik, pendidikan, kesehatan, ekologi, dan teknologi.
Kemudian sintesis yang ditawarkan yuval dengan menggunakan sebaik-baiknya algoritma, biometrik, dan teknologi adalah solidaritas global yang membantu manusia dalam memenangkan perang melawan Covid-19, epidemi-epidemi, dan bahkan krisis di masa depan. Tentu yuval juga memertimbangkan hambatan sintesisnya tersebut karena faktor ekonomi-politik dunia.
Pandangan yuval juga dipengaruhi oleh teori gerak dalam sejarah yaitu gerak dinamik. Pandangan ini percaya bahwa segala sesuatu sesungguhnya berproses dan bergerak secara terus menerus, bukan berhenti pada keadaan tertentu, melainkan keadaan yang sedang berproses menuju sejarahnya.
Misalnya dalam buku Sapiens dan Deus, yuval menuliskan bagaimana perjuangan sapiens untuk survive sementara mamoth, dinosaurus, atau hewan-hewan lainnya terpaksa harus berevolusi bahkan punah.
Sampai pada akhirnya berhasil menguasai bumi dengan mengolonisasi benua-benua, membantai hewan-hewan purba, mengubah struktur, menanamkan mitos, agama, kepercayaan, mencipta kebudayaan, hingga di abad ke-21 manusia seolah bisa menjadi tuhan di bumi dengan proyek-proyek rekayasa genetika dan sains yang terus berkembang.
Leave a Reply